Kubu Raya,SP – Kegiatan sosialisasi Penghormatan, Pemajuan, Perlindungan, Pemenuhan, dan Penegakan HAM (P5HAM) diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya sebagai bentuk penghormatan kepada bangsa. Acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan Pastor Paroki Gereja Santo Fidelis, P. Kristianus CP, yang menegaskan bahwa implementasi P5HAM merupakan tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa. Menurutnya, penguatan nilai-nilai kemanusiaan harus dimulai dari lingkungan terkecil, seperti keluarga, sekolah, hingga komunitas masyarakat, agar benar-benar dirasakan manfaatnya secara nyata.
Pemaparan pertama disampaikan oleh Anggota Komisi XIII DPR RI, Franciscus Maria Agustinus Sibarani. Ia menjelaskan bahwa DPR RI memiliki tiga fungsi utama, yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan, yang erat kaitannya dengan perlindungan serta pemajuan HAM. Komisi XIII, yang baru terbentuk pada periode 2024–2029, memiliki ruang lingkup kerja di bidang reformasi regulasi serta perlindungan HAM, dengan mitra strategis seperti Kementerian HAM, Komnas HAM, dan LPSK.
Dalam paparannya, Sibarani menekankan pentingnya implementasi P5HAM di masyarakat melalui penghormatan, perlindungan, pemenuhan, pemajuan, dan penegakan HAM. Implementasi tersebut dapat diwujudkan secara nyata melalui program-program konkret, seperti bantuan hukum gratis melalui Posbakum di desa dan gereja, Program Pendidikan Langsung Kerja (PROKASI) yang membuka akses pendidikan vokasi dan keterampilan kerja, serta program beasiswa bagi anak muda Kalimantan Barat yang berprestasi hingga ke luar negeri.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian HAM Kalimantan Tengah wilayah kerja Kalimantan Barat, Kristiana M. Samosir, menegaskan bahwa hadirnya Kementerian HAM menjadi bukti nyata komitmen negara dalam menjadikan HAM sebagai bagian penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia menjelaskan bahwa P5HAM merupakan instrumen untuk memastikan pelayanan publik berjalan dengan prinsip kesetaraan, non-diskriminasi, aksesibilitas, akuntabilitas, dan partisipasi.
Lebih jauh, Kristiana menekankan bahwa implementasi P5HAM bukan hanya sebatas regulasi, melainkan harus menyentuh pelayanan publik sehari-hari. Contohnya antara lain penyediaan loket khusus bagi lansia dan difabel, layanan kesehatan gratis, sekolah inklusif tanpa diskriminasi, hingga program makan bergizi bagi anak sekolah dan cek kesehatan gratis di masyarakat. Ia juga menekankan pentingnya kesadaran kolektif masyarakat untuk ikut mengawasi, berpartisipasi, serta menghargai hak sesama demi terwujudnya layanan publik yang adil dan manusiawi.
Usai pemaparan kedua narasumber, kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Peserta tampak antusias menyampaikan berbagai pertanyaan, mulai dari kebutuhan fasilitas pendidikan seperti bantuan laptop, dukungan bagi penyandang disabilitas, hingga akses layanan kesehatan yang masih sulit dijangkau masyarakat.
Dalam sesi penutup, Camat Sungai Ambawang turut menyampaikan kondisi wilayahnya yang memiliki tingkat toleransi beragama cukup tinggi, namun tetap membutuhkan dukungan penyuluhan hukum dan HAM, khususnya bagi kelompok pemuda seperti OMK dan REMA Muda. Ia juga menyinggung persoalan pemulangan TKI ilegal, konversi tanah ulayat menjadi kawasan konservasi, serta tantangan ketahanan pangan yang masih terkendala perizinan.
Isu masyarakat adat juga mengemuka. Perwakilan masyarakat, Pawudi, menyoroti Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang belum kunjung disahkan sejak era Presiden Joko Widodo, padahal keberadaannya penting untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dari gesekan dengan kepentingan negara.
Menanggapi berbagai aspirasi, narasumber menyampaikan bahwa semua masukan akan ditindaklanjuti bersama dalam kegiatan hukum dan HAM ke depan. Untuk memperkuat suara masyarakat adat, rencana pendampingan akan dilakukan oleh lawyer muda Kalimantan Barat. Aspirasi masyarakat juga diharapkan dapat disampaikan secara santun melalui media sosial dan dituangkan secara tertulis agar dapat diteruskan kepada pihak berwenang.